Hujan baru saja reda, hanya tersisa rintik - rintik kecil yang masih menyapa tanah pertiwi. Disepanjang lorong sekolah ku melangkah menuju tempat parkir sepeda motor, lantai lorong masih basah dan sedikit licin untuk diinjak. Pak Surto sedang sibuk mengepel lantai yang kotor karena lumpur - lumpur dari sepatu anak - anak. Raut diwajahnya menandakan bahwa sudah lama dia menikmati kehidupan ini, dan keletihan yang masih saja bisa dia nikmati. "Hidup itu hanya perlu disyukuri, tak perlu berlebihan...justru kadang kesederhanaan itu lebih indah dari poya - poya.." begitu kata Pak Surto diobrolan minggu lalu dibawah pohon kelengkeng saat dia menyapu daun - daun kering di taman sekolah.
Sampai di parkiran motor, Agro memanggil dari arah kantin sekolah. Di kantin ternyata anak - anak IIA sedang merayakan kemenangannya di final liga sepakbola sekolah kemarin. Aku diajak makan - makan sebentar, kemudian aku beranjak pergi ke tempat kostnya Azis.
Jalanan kota masih basah, lampu jalanan masih lembab oleh air hujan. Pak POLISI sibuk mengatur lalulintas di perempatan jalan dengan sempritannya yang terdengar agak serak, mungkin karena kemasukan air tadi waktu hujan. Tubuhnya masih mengenakan mantel kuning dan helm dikepalanya, penampilannya kurang terlihat baik dengan celananya yang digulung ke atas. Tapi tanggungjawab lebih penting daripada penampilan, mungkin itu yang tercetak di kepalanya.
Lampu merah, dalam aturan aku harus berhenti. Tapi saat itu aku hendak belok kiri, jadi aku langsung tabrak lampu merah dan semua baik - baik saja. Sempet merenung juga, apakah semua yang mengambil aliran kiri ( ketidakbaikan ) selalu lancar dan selalu untung dibandingkan mereka yang mengambil aliran kanan, dimana ( kebaikan ) selalu saja ada halangan yang menantang. Ya...mungkin seperti itulah hidup, seperti aliran lalulintas di jalanan kota...
Hari mulai menjadi cerah, matahari perlahan mulai mengintip dari balik awan - awan kelabu. Cahaya keemasan terpantul di jalanan dan dedaunan yang basah. Kota kembali ceria, anak - anak kecil kembali berlarian diantara genangan - genangan air dengan canda tawa riang mereka. Seperti itulah hidup, selalu ada gelap terang, tinggal bagaimana kita menjalani dan mensyukurinya.
Sampai di parkiran motor, Agro memanggil dari arah kantin sekolah. Di kantin ternyata anak - anak IIA sedang merayakan kemenangannya di final liga sepakbola sekolah kemarin. Aku diajak makan - makan sebentar, kemudian aku beranjak pergi ke tempat kostnya Azis.
Jalanan kota masih basah, lampu jalanan masih lembab oleh air hujan. Pak POLISI sibuk mengatur lalulintas di perempatan jalan dengan sempritannya yang terdengar agak serak, mungkin karena kemasukan air tadi waktu hujan. Tubuhnya masih mengenakan mantel kuning dan helm dikepalanya, penampilannya kurang terlihat baik dengan celananya yang digulung ke atas. Tapi tanggungjawab lebih penting daripada penampilan, mungkin itu yang tercetak di kepalanya.
Lampu merah, dalam aturan aku harus berhenti. Tapi saat itu aku hendak belok kiri, jadi aku langsung tabrak lampu merah dan semua baik - baik saja. Sempet merenung juga, apakah semua yang mengambil aliran kiri ( ketidakbaikan ) selalu lancar dan selalu untung dibandingkan mereka yang mengambil aliran kanan, dimana ( kebaikan ) selalu saja ada halangan yang menantang. Ya...mungkin seperti itulah hidup, seperti aliran lalulintas di jalanan kota...
Hari mulai menjadi cerah, matahari perlahan mulai mengintip dari balik awan - awan kelabu. Cahaya keemasan terpantul di jalanan dan dedaunan yang basah. Kota kembali ceria, anak - anak kecil kembali berlarian diantara genangan - genangan air dengan canda tawa riang mereka. Seperti itulah hidup, selalu ada gelap terang, tinggal bagaimana kita menjalani dan mensyukurinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar