SUGENG SUMPING

Silahkan dibaca dan dicerna dengan pendekatan makna yang menurut anda adalah sebuah kebenaran. Jika tidak berguna jangan diambil, jika berguna silahkan diambil...salam untuk kalian dan orang-orang yang mencintai kalian.

Minggu, 20 Februari 2011

SEGELAS TEH MANIS HANGAT


Sore itu mendung menggelantung dilangit Jakarta, tapi senja masih terlihat keemasan di ujung barat. Dua anak manusia mencoba menerobos kemacetan dengan beberapa penumpang bus kota lainnya, dengan kesabaran mereka akhirnya sampai di terminal senen. Senja telah hilang menutup hari, kumandang adzan memecah hiruk pikuk terminal yang penuh dengan deru bus kota. Kepulan asap dari knalpot menambah ornament kusam sudut kota Jakarta sore itu.

Dua anak manusia turun dari bus, dan sedikit tergesa berjalan menyusuri trotoar jalan yang dibeberapa tempat masih terlihat genangan air hujan yang tak sempat menguap menjadi awan-awan putih yang selalu menggelantung dilangit biru. Mereka mampir disebuah warung mie ayam yang sederhana, gerobaknya berwarna biru dengan tulisan mie ayam yang ditulis secara manual menggunakan cat. Mereka berdua memesan dua porsi mie, yang satu tanpa daun bawang, dan yang satu komplit. 

Mereka menikmati mie ayam disela udara lembab yang telah akrab sambil menonton tv 14" yang terletak tidak jauh dari tempat mereka makan, acara tv sedang menyiarkan aksi terorisme yang merampok bank CIMB di Medan. Beberapa orang bersenjata api dengan menggunakan helm tampak gagah menghias layar kaca, seoalah-olah mereka menantang para polisi.

Selesai makan, mereka berdua mulai memasuki setasiun Senen. Mampir di sebuah mushala kecil disudut stasiun untuk menjalankan ibadah. Setelah ibadah, satu teman mereka akhirnya sampai di stasiun walaupun tadinya dia sangat bimbang menentukan ikut atau tidak.

Waktu kedatangan kereta masih lama, mereka bertiga menunggu ditempat tunggu sambil mengobrol dan sesekali terdengar tawa diantara mereka. Sekitar pukul sembilan malam, kereta tiba. Mereka bertiga memasuki lorong-lorong gerbong kereta mencari tempat duduk sesuai karcis kereta.

Setelah menemukan tempat duduknya, mereka menata barang dan duduk tenang menunggu kereta berangkat. Gerbong kereta ramai oleh lalu-lalang penumpang, ada yang sedikit protes karena tempat duduknya ditempati oleh orang lain.

Duduk dihadapan mereka sepasang ayah dan ibu yang umurnya sekitar enam puluhan, entah siapa namanya tapi mereka cukup ramah walaupun sedikit pendiam. Tak berselang lama, kereta mulai melaju menyusuri rel mengantarkan mereka ketempat tujuan. Sepanjang perjalanan mereka banyak mengobrol, dari mulai obrolan seputar kampus, mitos rakyat, sampai cerita hantu yang ternyata cukup seru diceritakan malam itu. Disela obrolan itu terkadang terdengar tawa yang menyeruak diantara teriakan para pedagang yang tanpa letih menjajakan dagangannya.

Lewat pukul dua belas malam, suasana kereta mulai sedikit sepi. Hanya terdengar suara-suara pedagang yang masih saja menjajakan dagangannya, para penumpang sebagian besar sudah terlelap dalam selimut-selimut kelelahan dan belaian angin malam yang menyusup lewat jendela kereta yang terbuka.

Tiga anak manusia itu terus asik bercerita walaupun akhirnya rasa kantuk tak bisa lagi ditahan, merekapun terlelap diringi irama roda kereta yang terdengar merdu memecah gelapnya malam. Hanya terlelap beberapa jam, mereka tersadar kembali dengan muka yang masih merindukan kenyamanan untuk tidur.

Para pedagang mulai ramai kembali ketika waktu sahur tiba, tiga anak manusia itu makan seadanya dengan bekal yang mereka bawa. Suami istri dihadapannya makan dengan nasi bungkus dan pepes tahu yang terlihat sangat lezat, tapi walaupun ditawari kami terpaksa menolak karena porsinya memang pas buat mereka berdua.

Mereka makan bersama sambil sesekali bercerita tentang sesuatu yang tidak terlalu penting, dari kejauhan terdengar penjual teh manis anget. Rupanya si bapak tergoda untuk menikmati hangatnya teh di pagi yang sedikit terasa dingin itu, teh manis hangat itupun tiba dimuka si bapa, dengan yakin si bapak membeli satu gelas dan menaruhnya di meja kecil yang sedari tadi tidak menjamin barang diatasnya tidak tumpah. Tak berselang lama, teh manis anget itupun tumpah membasahi mereka berlima, tempat duduk yang tadinya menjadi tempat ternyaman kini berubah menjadi tempat yang tidak nyaman. Tapi tragedi teh manis anget itu ternyata malah membuat suasana menjadi hangat, mereka bekerjasama untuk membersihkan tempat duduk walaupun dimuka si bapa terlihat kekecewaan.

Kereta masih terus berjalan diantara kegelapan malam, sampai akhirnya tiba di stasiun Purwokerto. Mereka berlima akhirnya berpisah menuju tujuannya masing-masing dengan meninggalkan sedikit kenangan indah disudut gerbong kereta ekonomi yang kelak mungkin akan menjadi cerita yang indah untuk anak dan cucu mereka.

Itulah perjalanan, selalu ada sesuatu yang bisa diceritakan.

2 komentar: